MEDAN - TOPINFORMASI.COM
Muhammad Arsyad Kertonawi alias Arsad warga Tengku Amir Hamzah terdakwa perkara pembunuhan ayah dan abang kandungnya secara sadis divonis 20 tahun penjara di ruang cakra 6 Pengadilan Negeri Medan, Kamis (31/3/2022).
Majelis Hakim yang diketuai Martua Sagala menilai, lelaki pengangguran itu terbukti bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan berencana terhadap ayah dan abang kandungnya sendiri.
"Menjatuhkan terdakwa Muhammad Arsyad Kertonawi alias Arsad dengan pidana penjara selama 20 tahun, dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan. Dengan perintah terdakwa tetap ditahan," kata hakim.
Dikatakan Majelis Hakim adapun hal memberatkan, perbuatan terdakwa mengakibatkan ayah dan abang kandungnya meninggal dunia, sementara hal meringankan terdakwa mengakui dan menyesali perbuatannya.
"Perbuatanterdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 340 Kitab Udang-Undang Hukum Pidana," pungakas hakim.
Atas putusan tersebut, terdakwa melalui Penasehat Hukumnya menyatakan pikir-pikir. Vonis tersebut sama (conform) dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Sri Yanti Panjaitan.
Diketahui sebelumnya dalam dakwaan Jaksa membeberkan bahwa 2 bulan sebelum kejadian, terdakwa bertengkar dengan abangnya yang bernama Muhammad Rizki Sarbaini di rumahnya Jalan Tengku Amir Hamzah, Kecamatan medan barat.
Semenjak itu kata jaksa, timbul niat terdakwa untuk membunuh abangnya. Apalagi, kata jaksa setiap terdakwa bertengkar dengan abangnya, terdakwa selalu disalahkan oleh ayahnya Sugeng.
"Sehingga terdakwa pun benci sama ayahnya. dan terdakwa melihat di internet bagaimana cara meracun orang hingga mati dan sejak itu terdakwa terus mengurung diri di kamar," urai JPU.
Lalu, pada Kamis 26 Agustus 2021, tekad terdakwa sudah bulat untuk menghabisi ayahnya dan abangnya tersebut. Kemudian, Sabtu 28 Agustus 2021, sekira pukul 10.00 WIB, terdakwa pergi ke Pajak sukaramai untuk membeli pisau yang dilihatnya paling runcing.
"Terdakwa pun membelinya dengan harga Rp 60.000, dan sepulangnya membeli pisau terdakwa singgah di Jalan Surabaya untuk membeli racun rumput, dan setelah terdakwa membeli pisau dan racun rumput lalu terdakwa kembali ke rumahnya," beber JPU.
Kemudian terdakwa menyimpan kedua bilah pisau di lemari dapur, dan racun rumput tersebut lalu ia pun tidur. Lalu sekira Pukul 16.00 WIB terdakwa bangun, selanjutnya membeli susu dan kopi ke kedai dekat rumahnya.
Lalu sekira Pukul 18.10 WIB, terdakwa memasak air dan membuat kopi susu sebanyak 6 gelas dan mencampurnya dengan racun rumput tersebut.
Yang mana 1 gelas diberikan kepada ayahnya, 1 gelas kepada abangnya, sementara 2 gelas dibawa oleh adeknya Afifah Nurul Jannah ke dalam kamar.
Saat itu, abang terdakwa langsung meminumnya ½ gelas, sementara terdakwa hanya meminumnya basah-basah bibir, setelah meminum kopi susu beracun itu terdakwa melihat abangnya muntah-muntah, sementara ayahnya tidak ada reaksi apapun.
Melihat abangnya munta-muntah lantas ibu terdakwa menyuruhnya menemani abangnya ke klinik. Namun terdakwa yang saat itu kalap mata masih melihat ayahnya duduk santai sendirian di teras rumah, nekat mengambil pisau ke dapur.
"Terdakwa langsung mendatangi ayahnya dan menikam pisau kearah lehernya, sebanyak 1 kali dan selanjutnya kearah perutnya secara berulang kali atau sekitar 6 kali dan setelah terdakwa menikamnya lalu ayahnya pun langsung terjatuh ke lantai dan saat itu ayahnya menjerit kesakitan," kata JPU.
Kemudian datang adiknya Afifah Nurul ikut menjerit melihat penampakan tersebut. Lantas terdakwa pun mendekatinya dengan membawa pisau, lalu adiknya duduk di kursi sambil menundukan kepalanya dalam keadaan ketakutan.
Tidak berapa lama, kata jaksa kemudian datanglah adiknya Atikah Maulidya dan di ikuti oleh ibu dan abangnya.
Melihat hal tersebut, abangnya lantas melempar helm ke terdakwa hingga saat itu mereka sempat saling lempar-lemparan helm.
"Kemudian ibunya dan adiknya Atikah masuk ke dalam kamar, sedangkan adeknya Afifah keluar dari rumah dan minta bantuan kepada warga," urai JPU.
Tidak sampai di situ, terdakwa lantas mengejar abangnya dan menikamkan pisau kebagian perutnya secara membabibuta. Setelahnya terdakwa lantas menjumpai ibu dan adiknya di kamar.
Setibanya di dalam kamar terdakwa mendengar suara warga sudah berdatangan ke rumah terdakwa. Lalu terdakwa pun keluar dari kamar dengan membawa pisau mendatangi warga tersebut. Saat itu warga pun langsung belari adiknya Afifah yang sempat ingin keluar dari rumah pun dihadang oleh terdakwa.
"Melihat ibu dan adeknya sudah sangat ketakutan, terdakwa pun menjatuhkan pisaunya sambil menganis dan kemudian terdakwa minta maaf kepada ibunya. Tidak berapa lama terdakwa pun keluar dengan melihati abangnya yang sudah tidak bergerak lagi," urai JPU.
Namun, karena kesal melihat bangnya itu terdakwa mengambil pisau dan kembali menikamkannya, setelah puas terdakwa lalu meletakkan pisau tersebut di samping abangnya.
Karena mendengar suara orang diluar rumah sudah banyak berkumpul , terdakwa tidak berani lagi keluar dan mondar-mandir melihati kedua korban.
"Karena merasa menyesal terdakwa pun bersujud di depan pintu dan berkisar ½ jam kemudian datanglah Petugas Kepolisian menangkap terdakwa," urai JPU.(put)