MEDAN -TOPINFORMASI.COM
Kajian untuk menerapkan hukuman mati bagi para koruptor, khususnya perkara besar jangan jadi sekadar wacana. Sebab, kajian ataupun desakan untuk menghukum mati koruptor sudah lama digaungkan namun kenyataannya hingga kini tak kunjung terealisasi.
"Pertama, kita apresiasi wacana ini, supaya para pelaku koruptor itu dapat jera dan calon-calon koruptor lainnya dapat berpikir dua kali untuk bisa melakukan tindakan-tindakan yang sama," kata Praktisi Hukum Dr Redyanto Sidi SH MH kepada wartawan, Kamis (9/12/2021).
Ia menyampaikan itu, menanggapi pernyataan Jaksa Agung ST Burhanuddin untuk menjerat para koruptor khususnya pada kasus Jiwasraya dan Asabri dengan hukuman mati sekaligus momentun di Hari Anti Korupsi Sedunia (Hakordia) 2021. Namun, kata Redyanto, seharusnya untuk situasi saat ini, yang dilakukan bukanlah lagi sekadar mengkaji namun harus dibuktikan.
"Yang repotnya kita ini adalah negara ini terlalu banyak wacana. Ini kan seharusnya sudah dilakukan sejak dulu dan masyarakat sudah mengaspirasikan itu, harusnya saat ini kita tidak lagi membahas wacana jadi sudah tinggal realisasinya saja," ujarnya.
Tetapi, kata dia, wacana tersebut patut disambut baik dengan catatan andaikan hal itu terealisasi, harus diperhatikan juga para pelaku korupsi yang perkaranya sudah diputus.
"Kalaupun misalnya nanti wacana ini menjadi realisasi, yang harus diperhatikan jaksa agung adalah bagaimana terhadap perkara-perkara yang sedang berjalan sudah putus. Ini tidak mungkin bisa memperlakukan itu terhadap kasus lainnya. Inilah dampaknya dalam tanda petik lambatnya kita melakukan realisasi dari aspirasi masyarakat tentang hukuman mati koruptor," ujarnya.
Oleh sebab itu, lanjutnya, yang terpenting saat ini adalah wujud merealisasikan dan melakukan rumusan bagaimana pelaksanaan hukum mati tersebut benar-benar bisa diterapkan.
Namun saat disinggung, wacana hukuman mati koruptor bisa saja rentan dari intervensi dari orang-orang yang punya kepentingan, menurut Redyanto, jaksa selaku penuntut tidak boleh gentar .
"Jaksa selaku penuntut umum tidak boleh gentar dan mundur soal ini, kalau misalnya takut berhadapan dan berbenturan dengan demikian, saya kira kejaksaan harus mengevaluasi diri. Masa (jaksa) kalah dengan orang yang melakukan pelanggaran hukum. Untuk menjalanknya, jangan ada intervensi atau tekanan dari pihak manapun," jelasnya.
"Seandainya jaksa bisa diintervensi, alangkah malunya negara ini punya penegak hukum yang dapat di intervensi. Meskipin bayang-bayangan utu ada, para jaksa benar-benar solid dan kuat," tambahnya.
Jaksa Agung ST Burhanuddin sebelumnya, memerintahkan jajarannya untuk mengkaji hukuman mati bagi para pelaku perkara tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara.
Menurut dia, kajian itu harus tetap mempertimbangkan dan memperhatikan hukum positif yang berlaku serta nilai-nilai hak asasi manusia (HAM). Hal tersebut disampaikan Jaksa Agung saat memberikan briefing kepada Kajati, Wakajati, para Kajari dan Kacabjari. (Put)