Dinilai Sudah Cukup Bukti, C Suhadi Bakal Surati Kejagung Minta Copot Aspidum Kejatisu.

/ Sabtu, 27 November 2021 / 07.07
Foto.C Suhadi selaku kuasa hukum Alexleo Fensury 

MEDAN -TOPINFORMASI.COM
Proses penanganan perkara dugaan penggunaan surat palsu dengan tersangka Exsan Fensury yang berkasnya masih dikembalikan Jaksa Peneliti dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Utara (Sumut) ke penyidik Polda Sumut yang dianggap belum cukup bukti, membuat geram Alexleo Fensury selaku korban. 

C Suhadi selaku kuasa hukum Alexleo Fensury mengatakan sikap jaksa yang hingga saat ini masih berkeyakinan bahwa tindakan tersangka yang menandatangani dokumen RUPS yang belum disahkan itu belum menimbulkan kerugian kepada korban itu adalah pemikiran salah. 

Menurut Suhadi yang juga Ketua Umum (Ketum) Negeriku Indonesia Jaya (Ninja) yang merupakan salah satu Relawan Kemenangan Jokowi-Ma'ruf Amin di Pilpres 2019 ini, frasa dalam pasal 263 ayat 2 KUHPidana yang disangkakan kepada tersangka Exsan mengandung kata 'baru akan'. Kata 'baru akan' menurut Suhadi sudah bagian menimbulkan kerugian.

"Jadi gini, dari hasil gelar perkara terakhir dilakukan, JPU atau katakanlah Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejatisu masih mencari dimana letak kerugiannya dan apa salahnya penandatangan itu. Itu menurut saya adalah pemikiran yang kurang tepat. Karena kenapa, karena menandatangani itu sudah mendatangkan kerugian kok. Kerugian dalam hukum pidana itu, frasa “baru akan “ itu sudah masuk  kerugian," ucap Suhadi kepada wartawan, Jumat (26/11/2021).

Advokat senior asal Jakarta ini menegaskan apabila pihak Kejati Sumut tetap bersikukuh menolak perkara ini, maka dirinya akan menyurati Kejaksaan Agung.

"Jadi, kalau pihak Pidum Kejati Sumut tetap bersikukuh menolak perkara ini, maka saya akan menyurati Kejaksaan Agung untuk mencopot Aspidum Kejati Sumut," tegasnya.

Sebab, dirinya menilai dengan menandatangani dokumen itu, sudah ada kerugian yang terjadi dalam konteks hukum.  Tetapi, tolak ukurnya bukan seperti kerugian benda misal uang yang hilang. "Jadi harus dibedakan antara kerugian dalam perkara perdata serta pidana," ucapnya.

Kemudian, kata dia, kasus ini jangan dilihat dalam perspektif pada hukum perdata apa kerugiannya, pastinya tidak akan nyambung. "Maka Jangan dilihat dari hukum perdata apa kerugiannya, bisa tidak diuraikan, gak boleh, tidak benar itu. Karena hukum pidana adalah kebenarannya materiil, sebab dalam hukum pidana bukan mencari kerugian yang nyata seperti asumsi Aspidum, akan tetapi mencari unsur dari perbuatan pidananya dan kerugian bagian dari unsur. Dan oleh karenanya, seperti kita ketahui kasus pidana hanya mengutamakan hukuman badan, bukan hukuman ganti rugi uang,” ungkapnya.

Ia mengatakan, berkaitan dengan penandatanganan, tidak bisa begitu saja dikatakan bahwa penandatanganannya sah. "Sebab, dokumen  yang ditandatangani oleh tersangka adalah bukan dokumen asli, melainkan masih dalam bentuk foto copy. Yang aslinya hingga sekarang belum ditandatangani,” ucapnya menerangkan. 

"Selain itu yang paling hakiki penandatanganan selain tidak diketahui oleh klien ( Pelapor ) juga itu belum disahkan dalam RUPS. Karena dokumen produk RUPS, maka dokumen itukan harus disahkan baru itu legal, kalau belum ada pengesahan itu belum menjadi legal atau belum dapat digunakan. Namun hal itu sudah digunakan, seolah-olah sudah disahkan, kan disana letak tindak pidananya. Nah ini ada parameter yang salah di Kejati Sumut, terutama Aspidum," tambahnya.

Oleh sebab itu, dalam kasus yang menjerat tersangka tersebut, Suhadi kembali menegaskan bahwa tidak boleh dipandang dari perspektif hukum perdata. 

"Sebab, sudah jelas keterangan ahli mengatakan, bahwa ada perbuatan melawan hukum yang dilakukan tersangka. Makanya, kasus Ini sudah jelas, adalah merupakan kasus pidana. Penyidik sudah meminta keterangan ahli dan ahli sudah menyatakan kalau dalam perbuatan ini ada perbuatan melawan hukum," ujarnya lagi.

Dalam kasus ini, lanjutnya, perbuatan melawan hukum yang dilakukan tersangka ditentukan dalam hukum pidana, yaitu Pasal 263 Ayat 2 berkaitan dengan dugaan penggunaan surat palsu. sebab dokumen yang digunakan tersangka bukanlah dokumen yang sah.

"Atas dasar alasan itulah, saya minta Kejati agar hukum harus ditegakkan, dan untuk kepentingan itu, sekarang saya sedang mengajukan perlindungan hukum ke semua instansi, karena saya juga tidak mau bila kasus ini dibiarkan, persoalan ini menjadi preseden buruk kedepannya," tegasnya.

Terpisah, Aspidum Kejati Sumut Sugeng Riyanta ketika dikonfirmasi mengatakan agar menanyakan langsung perkara tersebut ke Kasi Penkum Kejati Sumut. "Silahkan konfirmasi ke Kasi Penkum ya, satu pintu lewat Humas Kejatisu," kata Aspidum Kejatisu Sugeng Riyanta menjawab konfirmasi wartawan via WhatsApp, Jumat, 26 November 2021.

Sementara itu, Kasi Penkum Yos Arnold Tarigan mengatakan bahwa berkas perkara tersebut sudah dikembalikan ke penyidik Polda Sumut. 

"Informasi tadi kita tanyakan ke bidang Pidum Kejatisu, kita ketahui bahwasanya terhadap perkara tersebut sudah di kembalikan yakni P19, dan penyidik diberikan petunjuk oleh Jaksa Peneliti untuk dilengkapi formil dan materiilnya untuk dilengkapi oleh penyidik, sehingga berkas perkara dikembalikan ke penyidik Polri yakni Polda Sumut," pungkasnya.(put)
Komentar Anda

Berita Terkini