Topinformasi, PN MEDAN | Thomson Hutabarat alias Boy terdakwa kasus narkoba jenis sabu seberat 8,139 Kg, benar-benar jujur. Pasalnya kepada Ketua Majelis Hakim Syafril Batubara menyebutkan kalau perdangan narkoba beromset miliaran rupiah yang dilakukannya dikendalikan oleh warga binaan penghuni Lapas Tanjunggusta Medan.
Menyikapi pengakuan Thomson dalam persidangan yang di gelar di ruang Cakra 9 Pengadilan Negeri Medan, Rabu (1/08) Ketua Majelis Hakim Syafril Batubara langsung mencecer beberapa pertanyaan."Baiklah saudara telah jujur, tapi apakah saudara sendiri, apakah ada yang lain yang mengedalikan narkoba jenis sabu itu dari dalam Lapas Tanjunggusta Medan,"tanya majelis hakim
"Saya tudak sendiri yang mulia, saya dibantu oleh rekan saya yakni Marianto Boy Sandi Kaban alias Anto serta Budiman Ginting alias Diman, yang juga warga binaan, ikut mengatur transaksi sabu seberat 8,139 Kg asal Malaysia tersebut,"ucap terdakwa.Selain itu untuk mengetahui sepak terjang Thomson dan rekannya yang memiliki jaringan internasioal dalam mengendalikan narkoba, majelis hakim meminta agar Thomson mencerikan. "Coba ceritakan bagai mana saudara bisa memiliki relasi sampai keluar Negeri, pada hal sauda ada di dalam penjara,"tanya hakim.
Mendengar permintaan itu Thomson sempat terdiam tak menjawab beberapa saat.dan kemudian beberapa saat kemudian.Thomsonpun cerita. Dalam keterangannya awalnya Thomson mengontak SAM warga Malaysia agar menyediakan sabu 8Kg lebih. Namun transaksi tersebut dilakukan tidak secara tunai melainkan bila barang laku langsung dibayar.
Untuk memudahkan komunikasi dan penjemputan barang, para penghuni Lapas Tanjunggusta Medan, ini menghubungi kolega mereka yakni Aldo Hamonangan Siboro alias Monang, Pransude alias Sudet, Kamaluddin Marpaung alias Ucok dan Heri Ulong.
Dalam percakapan telephon seluler disepakati harga persatu kilo sabu dihargai Rp270 juta. Kemudian sabu dipasarkan di Medan dengan harga Rp400 juta perkilonya.
“Dari delapan kilo tersebut satu kilo diantaranya dibeli oleh Aldo,” tambah pria yang telah dihukum selama 20 tahun penjara dalam kasus narkotika juga.
Sementara dalam persidangan yang sama terdakwa Efendi Salam Ginting yang di tamya hakim juga mengaku dalam pekerjaan penjemputan sabu dari Malaysia diupah Rp 50 juta per kilogram.Efendi menyuruh Ucok untuk menjemput barang haram itu dengan upah Rp 15 juta per kilogram. “Ucok naik boat saya ke Malaysia,” ujar Efendi.
Sedangkan terdakwa Ucok menjelaskan bahwa dirinya menjemput sabu ke Malaysia bersama Heri Ulong alias Khairullah. Saat pekerjaan berhasil, upahnya nanti akan dibagi dua. “Kami ke Malaysia melalui Tanjung Balai dengan kapal selama 3 hari. Lalu, Khairullah menerima sabu 8 kilo dan disembunyikan di hutan. Kami antar barang ke Pransude,” jelasnya.Terdakwa Aldo mengakui telah menyuruh Pransude untuk menerima barang dari Ucok dengan upah Rp 6 juta. Selanjutnya, terdakwa Pransude menyatakan setelah menerima sabu dari Ucok, dia akan mengantarkan barang haram itu ke Tanah Karo.
Usai mendengarkan keterangan para terdakwa, hakim anggota Sri Wahyuni Batubara terlihat agak jengkel, sembari mengatakan bagaimana ini pejabat Lapas Klas IA Tanjung Gusta Medan.Kenapa para terdakwa ini bisa menggunakan hape untuk berkomunikasi dalam peredaran sabu jaringan internasional meski mereka-mereka ini mendekam di dalam sel tahanan.
“Kenapa di dalam Lapas kalian masih bisa pakai hape, dan menjadi pengendali narkoba, bukankah di dalam Lapas hape dilarang masuk, kalau tidak ada kerja sama yang baik dengan oknum tertentu. Hebat juga kalian ya?. Bisa mengendali kan narkoba dari dalam Lembaga Pemasyarakatan (LP) Tanjung Gusta,"sebut hakim keheranan.Usai hakim Sri Wahyuni memberikan komentarnya, akhirnya majelis hakim Syafril Batubara menunda persidangan hingga hingga pekan depan dengan agenda tuntutan