Negara Hukum Demokratis Konstitusional : Lembaga Negara Dan Kepemimpinan Negara

/ Rabu, 16 Agustus 2017 / 16.53

Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) : UUD 1945 secara konstitusional telah meletakkan dengan tegas dan jelas mengenai prinsip-prinsip utama dan dasar-dasar penting penataan dan pembangunan sistem dan kelembagaan negara. UUD 1945 mengamanatkan, mengatur, dan semakin memastikan keberadaan lembaga-lembaga negara sekaligus menguraikan hubungan konstitusional antar lembaga-lembaga yang tercantum di dalam konstitusi. Selanjutnya UUD 1945 juga memetakan relasi kekuasaan, fungsi, tugas, tanggungjawab, dan kewenangan lembaga-lembaga negara di Indonesia. Anatomi dan konfigurasi atas relasi kekuasan demokratis konstitusional pada dasarnya membangun dan menumbuhkan keseimbangan konstitusional kenegaraan. Dengan demikian, setiap lembaga negara, misalnya Presiden (lembaga kepresidenan) dalam kerangka konstitusi UUD 1945 tidak memungkinkan dan tidak menjadikan Presiden menjadi otoriter dan diktator.


Ada sistem pembagian dan pembatasan kekuasaan yang tegas dan jelas. Selain karena faktor secara konstitusional ketatanegaran, ada juga karena faktor secara personal sosial budaya. Misalnya jika Presiden memiliki gaya, sifat, dan sikap kepemimpinan yang demokratis, merakyat, sederhana, komunikatif, melayani, mengabdi, berkorban, tegas, jelas, dan dengan semangat bekerja keras, berhati nurani, berpikir jernih dan obyektif. Uraian ini menempatkan Presiden Republik Indonesia tidak dalam posisi konstitusional dan kultural untuk bertindak otoriter dan diktator.


Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA-RI) dan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MK-RI) merupakan lembaga negara yang mandiri dan independen yang berkedudukan sebagai pemegang kekuasaan kehakiman (yudikatif). Juga secara konstitusi - ketatanegaraan berkedudukan untuk menjaga dan merawat Indonesia Raya. Kekuasaan kehakiman yang dimiliki dan dipegang MA-RI dan MK-RI sudah semestinya diperuntukkan dan diabdikan untuk menegakkan konstitusi, hukum, keadilan dan juga sekaligus untuk senantiasa mengawal negara hukum demokratis konstitusional.


Peruntukkan dan pengabdian kekuasaan lembaga-lembaga negara ini didisain agar menjadi pilar penting sebagai pembangun dan perawat "keseimbangan konstitusional" dalam sistem negara hukum demokratis. Kemandirian dan independensi MA-RI dan MK-RI akan semakin menguat ketika difasilitasi dan ditumbuhi dengan sistem keterbukaan dan kebebasan sosial dan politik yang kredibel dan akuntabel.


Kekuatan ini tentu tambah memaknai kualitas supremasi hukum. Kemuliaan kehakiman beserta keagungan peradilan dan mahkamah sungguh-sungguh sangat menumbuhkan dan mendukung perihal pertama mengenai keseimbangan demokrasi konstitusional ; dan perihal kedua mengenai kepemimpinan negara (Presiden) yang tegas dan kuat - dengan fungsi, tugas, tanggungjawab, hak, kewenangan, dan tindakan berdasarkan kehendak rakyat dan amanat konstitusi.


Masih ada pilar lain lagi yang kehadirannya tersedia dalam konstitusi untuk berfungsi, bertugas, dan bertanggungjawab sebagai lembaga negara pembangun dan perawat keseimbangan demokratis konstitusional. Ada BPK-RI, DPD-RI, DPR-RI, dan MPR-RI. Bahkan dalam bentuk pilar lain lagi di luar lembaga negara, masih ada misalnya : kekuatan politik kepartaian, gerakan sosial kemasyarakatan, elemen civil society, komunitas media massa, unsur kelompok strategis, dan lain-lain.


Dalam Sistem Presidensiil-pun, posisi Presiden mengalami hambatan dan menghadapi dinamika dalam menjalankan kepemimpinan kepresidenan apabila tanpa dukungan kuat dan tanpa topangan memadai dari Parlemen (DPR-RI). Dinamika ini sungguh-sungguh terjadi dan merupakan peristiwa pengalaman nyata yang hadir dalam sejarah politik demokrasi Indonesia. Masalah serius dan akut ini tentunya merupakan salah satu dari serangkaian pemikiran penting yang yang dipertimbangkan secara logika politik hukum dan secara rasionalitas konstitusi ketatanegaraan oleh pembentuk perundang-undangan. Sehingga hal ini kemudian menjadikan Presiden Threshold (PT) merupakan sebuah keharusan sebagai persyaratan mutlak dalam proses tahapan awal pengajuan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik dalam agenda Pemilu Presiden.


Dalam kondisi Presiden sebagai Pimpinan Negara dan Pimpinan Pemerintah Nasional mendapat dukungan kuat dan topangan memadai-pun dari DPR-RI, kadangkala Presiden malahan masih mengalami dinamika dan masih merasakan adanya kerikil dan batu tertentu dalam menjalankan program dan kinerja, yang hal ini ketika masih harus mendapat persetujuan dan pertimbangan dari DPR-RI. Barangkali hal ini karena perbedaan perspektif faham dan arah orientasi. Dengan demikian dalam kondisi jumlah Partai Politik (Fraksi) pendukung Pemerintah dalam Parlemen tergolong banyak (lebih dari lima puluh persen), Presiden kadangkala masih mengalami dan merasakan kesulitan tertentu. Apalagi jika dalam kondisi jumlah Partai Politik (Fraksi) pendukung Pemerintah tergolong sedikit (kurang dari lima puluh persen), tentu kesulitan semakin serius dan kompleks.


Dengan demikian sesungguhnya tuduhan kepemimpinan otoriter dan diktator yang dialamatkan kepada Presiden Jokowi sama sekali tidak logis, tidak rasional bahkan tidak faktual. Secara konstitusionalitas (UUD 1945) sebagaimana diuraikan sebelumnya bahwa Presiden (lembaga kepresidenan) tidak memungkinkan dan tidak menjadikan Presiden menjadi otoriter dan diktator. Perspektif dan kondisi ini juga tentu tidak memungkinkan dan tidak menjadikan Presiden Jokowi menjadi otoriter dan diktator.


Demikian juga secara personalitas (kepribadian), Presiden Jokowi memiliki gaya, sifat, dan sikap kepemimpinan yang demokratis, merakyat, sederhana, komunikatif, melayani, mengabdi, berkorban, tegas, jelas, dan dengan semangat bekerja keras, berhati nurani, berpikir jernih dan obyektif sehingga Presiden Jokowi tidak dalam posisi bersifat dan bersikap otoriter dan diktator. Presiden Jokowi juga secara faktual tidak bertindak otoriter dan diktator. Kepemimpinan Presiden Jokowi sama sekali tidak otoriter dan tidak diktator. Kualitas kepemimpinan Presiden Jokowi melambangkan secara nyata dan faktual kualitas kepemimpinan yang konstitusional, merakyat, tegas, jelas, dan kuat.


Dukungan terhadap kepemimpinan negara dan kepemimpinan pemerintahan (Presiden) pada dasarnya senantiasa diharapkan dalam rangka menjalankan dan memaksimalkan kebutuhan bersama yang bersifat umum , utama, penting, dan mendesak. Nilai keumuman, keutamaan, kepentingan, dan kemendesakkan dalam konteks ini berkaitan, berbasis, berorientasi, dan bermuara pada Bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Ideologi Pancasila, Konstitusi UUD 1945, Semangat dan Suasana Bhinneka Tunggal Ika. Masyarakat dan bangsa Indonesia secara bersama dan menyeluruh, sebaiknya dan seharusnya "Bergotongroyong" mempertahankan dan menjaga NKRI, menjalankan dan merawat Pancasila, menegakkan dan mengawal UUD 1945, menumbuhkan dan memelihara Bhinneka Tunggal Ika.


Hal ini bukan saja dan tidak hanya karena menjadi tugas dan tanggungjawab semata Presiden melainkan justru merupakan tugas panggilan dan tanggungjawab penuh kita bersama sebagai warga masyarakat dan sebagai sebuah negara bangsa (negara kebangsaan). Masyarakat dan bangsa Indonesia tentu menjadi relevan dukungannya dan juga semakin memaknai posisi dan perannya untuk sepenuhnya dan seterusnya mendukung program, agenda, dan kebijakan Presiden. Hal ini untuk kepentingan bersama dalam rangka menegakkan dan menjalankan ideologi Pancasila yang berlandaskan konstitusi UUD 1945 dengan suasana dan semangat Bhinneka Tunggal Ika dalam wadah NKRI.


Dukungan ini demi untuk "Indonesia Raya" yang merupakan "Rumah Besar Kebangsaan" sebagai "Tempat Tinggal Dan Tumbuh Bersama".


Konstruksi dan substansi kemandirian dan independensi MA-RI, MK-RI, DPR-RI, dan lembaga-lembaga negara lainnya harus dimaknai keberadaannya untuk diletakkan dan diabdikan dalam rangka "Indonesia Raya" yang merupakan "Rumah Besar Kebangsaan" sebagai "Tempat Tinggal Dan Tumbuh Bersama".


Lembaga-Lembaga Negara harus bahkan wajib terpanggil dan terikat untuk mengawal, melindungi, dan melaksanakan nilai-nilai Indonesia Raya. MA-RI, MK-RI, DPR-RI harus senantiasa melaksanakan fungsi, tugas, tanggungjawab serta menggunakan hak dan kewenangan untuk menegakkan dan menjalankan ideologi Pancasila yang berlandaskan konstitusi UUD 1945 dengan suasana dan semangat Bhinneka Tunggal Ika dalam wadah NKRI.(JOIN)



Komentar Anda

Berita Terkini