Asahan , TOPINFORMASI.COM- Pemeriksaan yang dilakukan Inspektorat Kabupaten Asahan terhadap Pemerintah Desa Padang Sari memicu kontroversi dan dugaan intervensi. Pemeriksaan anggaran desa yang berulang kali dalam setahun terakhir dianggap tidak wajar dan menimbulkan pertanyaan tentang independensi lembaga tersebut.
Kepala Desa Padang Sari menyatakan bahwa desanya telah diperiksa berkali-kali tanpa alasan yang jelas, sementara desa lain tidak mengalami hal serupa. Ia menduga tindakan ini terkait dengan kepentingan pihak tertentu dalam sengketa lahan eks HGU PT BSP yang sedang diperjuangkan masyarakat.
"Saya membela kepentingan warga untuk mendapatkan kembali tanah warisan leluhur. Jika karena itu pemeriksaan dilakukan berulang-ulang, ini jelas tidak adil dan menyimpang dari tujuan pembinaan," tegasnya.
Seorang pengamat hukum administrasi menyatakan bahwa tindakan tersebut berpotensi melanggar prinsip-prinsip hukum administrasi dan tata kelola pemerintahan yang baik.
"Pengawasan harus dilakukan secara objektif dan adil kepada semua desa, bukan hanya menyasar satu pihak. Pemerintah daerah dan Inspektorat harus bekerja tanpa intervensi dari pihak manapun," ujarnya.
Masyarakat Desa Padang Sari menilai bahwa kepala desa selama ini telah berjuang bersama mereka untuk mendapatkan hak atas tanah adat. Mereka menduga pemeriksaan ini dilakukan untuk menekan perjuangan masyarakat.
"Kepala desa adalah pemimpin kami. Jangan karena membela adat, beliau diintimidasi dengan pemeriksaan. Kami menduga ada pihak yang ingin mencari-cari kesalahan desa," kata seorang tokoh masyarakat.
Warga mendesak Bupati Asahan untuk menertibkan oknum aparatur yang dianggap tidak berintegritas dan bertindak demi kepentingan kelompok tertentu.
Landasan Hukum yang Dilanggar:
1. UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan: Pemerintah wajib mematuhi Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB), termasuk nondiskriminasi, proporsionalitas, kecermatan, dan profesionalitas.
2. UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa: Desa memiliki otonomi dan tidak boleh menjadi objek intervensi di luar ketentuan hukum.
3. PP No. 12 Tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah: Pengawasan harus berbasis risiko, bukan tekanan politik atau kepentingan pribadi.
4. Permendagri No. 73 Tahun 2020 tentang Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa: Pemeriksaan tidak boleh berulang tanpa dasar yang kuat.
5. UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN: Aparatur Sipil Negara (ASN) wajib bebas dari konflik kepentingan.
6. UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia: Polri bertugas menjaga keamanan dan ketertiban, bukan mengintervensi urusan pemerintahan dan pengawasan administrasi. Pasal 13 & Pasal 14 menegaskan bahwa polisi dilarang mencampuri kewenangan administratif pemerintahan seperti Inspektorat.
7. UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah: Menegaskan bahwa pembinaan dan pengawasan bersifat hirarkis internal. Pihak penegak hukum hanya dapat masuk jika terdapat unsur pidana yang sudah terbukti secara awal.(red)
