keterangan fhoto : Wahyudi Legal BSP Saat Penggusuran Pondok Masyakat Padang Sari
Asahan, TOPINFORMASI.COM– Pertemuan mediasi antara masyarakat Desa Padang Sari, Kecamatan Tinggi Raja, dan PT Bakrie Sumatera Plantations (BSP) di Polres Asahan pada 22 Oktober 2025 diwarnai perdebatan sengit. Tim legal PT BSP mempertanyakan keabsahan kelompok masyarakat adat Desa Padang Sari dan menanyakan langsung kepada BPN Asahan mengenai keberadaan tanah ulayat yang sah secara hukum di desa tersebut.
Pihak BPN Asahan menyatakan perlu melakukan pengecekan lebih lanjut untuk memastikan keberadaan tanah ulayat berdasarkan dokumen resmi. Kuasa hukum masyarakat adat menanggapi pertanyaan tersebut dengan menegaskan bahwa inti permasalahan bukanlah pengakuan kelompok adat, melainkan sengketa lahan seluas ±300 hektar yang telah lama dikuasai masyarakat sebagai warisan berdasarkan Surat Keterangan Tanah (SKT) tahun 1934.
"Persoalan ini jangan dibelokkan ke status kelompok adat. Lahan 300 hektar ini dulunya milik leluhur masyarakat Desa Padang Sari, dibuktikan dengan SKT tahun 1934. Jika HGU perusahaan sudah berakhir, lahan itu otomatis kembali menjadi tanah negara, dan klien kami sebagai ahli waris punya hak moral dan historis untuk memperjuangkannya," ujar kuasa hukum masyarakat adat.
Trifa Lowyer menambahkan bahwa status hukum tanah yang HGU-nya sudah berakhir tidak lagi menjadi hak perusahaan, meskipun dalam proses pembaharuan. Ia merujuk pada Pasal 34 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 dan Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 7 Tahun 2017, yang menyatakan bahwa tanah dengan HGU yang sudah habis masa berlakunya otomatis kembali menjadi tanah negara.
“Jika HGU sudah mati tapi perusahaan masih bertindak seolah-olah tanah itu miliknya, itu pelanggaran terhadap prinsip hukum agraria nasional. BSP selalu mengatakan HGU kami, kami diprioritaskan oleh negara, ada tanaman kami di dalam, kalau keberatan gugatlah kita. Kalau kami menggugat, sebaliknya mereka yang menggugat masyarakat," lanjut kuasa hukum.
Landasan Hukum yang Dibawa Masyarakat Adat:
1. Pasal 34 ayat (2) PP Nomor 40 Tahun 1996: Tanah HGU yang telah berakhir kembali menjadi tanah negara.
2. Pasal 3 UUPA Nomor 5 Tahun 1960: Mengakui hak ulayat masyarakat adat sepanjang masih ada dalam kenyataan.
3. Pasal 18B ayat (2) UUD 1945: Negara mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-haknya.
4. Putusan Mahkamah Agung No. 99 PK/TUN/2016: Menegaskan bahwa selama proses perpanjangan HGU belum selesai, perusahaan tidak memiliki hak atas tanah tersebut.
Kuasa hukum masyarakat adat menegaskan bahwa perdebatan utama adalah status hukum tanah yang disengketakan, bukan eksistensi kelompok masyarakat adat. Wakapolres Asahan, Kompol S. Riyadi, SH, yang memimpin mediasi, meminta semua pihak menahan diri dan menunggu hasil verifikasi resmi dari BPN Asahan.
Rapat mediasi belum menghasilkan kesepakatan final, namun membuka kembali perdebatan tentang hak rakyat atas tanah yang HGU-nya telah habis masa berlaku. Masyarakat Desa Padang Sari mendesak pemerintah, khususnya BPN dan Polres Asahan, untuk menegakkan prinsip transparansi dan keadilan agraria agar konflik ini tidak berlarut-larut. (Red)
