Foto, Surat Cinta (Lamaran Kerja) dan Kawin Lari

/ Rabu, 25 November 2020 / 14.59

 

Wiku Sapta Bersama Nyonya Rosvi Br Sianturi kakak ipar Kapolda Sumut Irjen Pol Martuani Sormin


Topinformasi.com

Kuta Cane, puluhan tahun silam


Siang itu, Martuani dan Saimin, dua sahabat kental itu berjalan tergopoh-gopoh. Salon pertama di ibukota Acrh Tenggara menjadi tujuan keduanya.


Salon itu milik Rosvi. Seorang wanita berparas manis.  Rosvi sekeluarga, kakak dan adik-adiknya yang wanita,  dominan dikenal berparas  cantik, bak artis.


"Cantik kali ini kak, artis ini ya!"ucap Martuani takjub, saat disodorkan foto seorang gadis oleh Rosvi.  Dia seolah tak percaya.  Di kota kecil itu ternyata ada seorang gadis yang kecantikannya menyamai artis ibukota.


"Karena tak sama dengan ku kan?"jawab Rosvi pula, sambil tersenyum kecut.  Dalam hatinya ia sedikit kecewa dengan kebingungan Martuani itu. Bingung karena sang adik paling bontot, memiliki paras amat cantik.


Di kota itu, Kuta Cane puluhan tahun silam, adiknya adalah seorang kembang desa. Kemolekan parasnya tersebar kemana-mana.  Sang adik, bernama Risma. Anak ketujuh dari pasangan sorman Sianturi ( mantan komandan PM) dan Siti Amin boru Tobing (guru).


"Dia (Risma Martuani) memang gadis paling cantik disini. Makanya dia (Martuani) nggak percaya. Dia langsung bilang, artis ini ya kak?"ucap Rosvi, mengenang awal mula menjodohkan adiknya dengan Martuani, demgan bermodal foto, tok!


Martuani diam terpaku. Dia lantas  berandai-andai ingin segera dipertemukan. "Datanglah kau ke ladang jagung kami di Paranangin, kalau mau lihat adik ku,"tantang Rosvi. 


Martuani masih diam. Namun tak lama kepalanya mengangguk. "Kapan itu kak?"tanyanya sambil melirik Saimin (kini almarhum). Sobat dekatnya itu pun menatap Martuani lalu memberi sinyal hijau.


"Nanti kukasih tahu ya,"sambar Rosvi. Wanita yang kini berstatus mualaf itu lantas mempersilakam keduanya meneguk minuman di atas meja yang disajikannya. Berbincang serius soal kasus penipuan yang menimpa makciknya.


15 menit kemudian, Martuani dan Saimin pamit pergi meninggalkan salon. Sementara Rosvi, usai menutup pintu, merancang agar pertemuan kali pertama Martuani dan Risma, segera berwujud.


Belasan hari dari situ, suatu sore, Martuani menaiki sepeda motor barbuk (barang bukti), mengitari kawasan Paranangin. Di sebuah ladang jagung, laju sepeda motornya dihentikan.


Dia seorang diri. Memberanikam diri menghampiri beberapa gadis yang berkumpul di sebuah pondok. "Nama saya Martuani Sormin Siregar,"katanya memperkenalkan diri. Tanpa malu-malu dan tak sedikitpun gugup. 


Rosvi, salah satu wanita disitu, tak terlalu gubris. Dia sudah lebih dulu kenal. Beda dengan Risma. Gadis ayu itu kaget dan gugup. Dia tak menyangka laki-laki gagah itu datang tiba-tiba ke pondak di ladang jagung mereka. 


Sambil menunduk, Risma mengulurkan tangannya. Dipandu Rosvi, perkenalan itupun berlangsung dingin dan singkat. Hanya berselang 20 menit, Martuani memohon pamit. Ada tugas negara menanti, itu yang disampaikannya.


Namun sebelum menghilang, Martuani berujat. "Tunggu kedatangan saya di rumah mu ya!"katanya, sambil menatap Risma. Gadis itu kikuk. Tak tahu harus berkata apa.


Rosvi menyambar. "Silahkan saja datang,"katanya.


Malam itu, sekira jam 8, Martuani berdiiri dI depan pintu rumah bercat putih. Dandananya rapi. Rambutnya berkilau dan tubuhnya menebar aroma harum.


Beberapa kali mengetuk, barulah pintu dibuka. Seorang pria berperawakan tinggi besar menyambut. Berbincang sekejap, Martuani dipersila masuk dan duduk. Dia duduk sendiri.  Terdiam dan hanya menyelidk isi rumah.


 Martuani mulai digelayuti kebosanan, karena dibiarkan menunggu. Hajatnya ingin menatap Risma untuk kedua kalinya, setelah berjumpa di ladang jagung, sirna. Akhirnya memilih pulang dalam diam. 


"Orang tua kami tak setuju Risma dipacari Martuani,"beber Rosvi.


****


Kuta Cane, Oktober 2020


Satu pintu rumah toko di pusat kota Kuta Cane, Aceh Tenggara, sekira pukul 07.30 WIB, itu masih tertutup rapat. Ruko itu,  menurut warga,  baru buka jam 09.00 WIB.


"Itu rukonya (kakak ipar Kapolda Sumut)  yang ada tumpukan krat  minuman botol bekas. Jam 9 nanti baru buka,"sebut seorang warga yang kami tanyai pagi itu.


Karena ada jeda waktu satu setengah jam, kami pun memutuskan menunggu di Masjid Agung At Taqwa, Kuta Cane. Salah satu masjid termegah di kota itu. 


Tepat jam 09.00 WIB, pintu ruko sudah dibuka. Satu persatu pembeli mulai berdatangan. Ruko itu menjual beragam jenis panganan kemasan, rokok dan minuman kemasan. Ruko juga dijadikan pangkalan penjualan gas.


Seorang wanita ditaksir berusia 48 tahun duduk di meja kasir. Namanya Yustina dan mengenakan hijab. Wanita ini adlalah anak dari Rosvi, kakak nomor dua dari Ny Risma, istri Jenderal Martuani.  Ny Risma sendiri anak paling bontot dr 7 bersaudara.


Saat didatangi, Kak Butet (begitu wanita itu disapa) agak  mendikte. Dia menanyai identitas dan siapa yang mengutus kami kesitu. Setelah dijelaskan, akhirnya dia faham.


"Oh bapa uda yang nyuruh ya!" Kak Butet pun langsung terbuka menceritakan sosok Irjen Martuani Sormin, saat bertugas di Kuta Cane. "Tapi yang faham betul soal bapa uda ya mamak saya, bu Rosvi. Tapi sekarang mamak lagi belanja ke pajak untuk keperluan makam orang LP. Jam 10 baru pulang. Tunggu mamak pulang aja ya,"ucap Kak Butet, menawarkan. Kami pun manut.


Kami dipersilakan duduk di bangku panjang, persis di depan ruko. Dua kursi plastik tambahan disediakan, untuk duduk bu Rosvi nantinya. Sambil menunggu, sepiring kue dan dua gelas teh hangat menemani. 


"Ada cerita lucu soal kisah asmara pak Martuani dengan bu Risma. Nembaknya pake surat cinta. Tapi suratnya lucu, karena kayak surat melamar kerja,"'kata Kak Butet nyeletuk.


Dia menyebut lucu, karena di surat cinta Martuani dulu, disebutkan identitas lengkap. Mulai dr nama, alamat, pangkat dan jabatan ditulis detail di dlm surat. Baru setelah itu, disebutkan rayuan gombal dan kekaguman pak Martuani kepada istrinya, bu Risma.


Surat ke Bu Risma itu dilayangkan ke Jakarta, ketika berkuliah di Jakarta. "Dikirim ke Jalan Cempaka Putih Barat nomor 2D. Surat nembak kok kayak surat melamar kerjaan,"sebut Kak Butet, sambil tersenyum lebar.


Yustina mengaku tahu persis saat surat itu sampai, karena ketika itu dia serumah dengan Risma Martuani, tantenya. Risma berkuliah, sementara Yustina bekerja.  "Saya kan dulu sering ikut Bu Risma,, di kampung dan di Jakarta,"tambahnya.


Tengah asik mengenang cerita masa lalu, suara mesin becak mesin tiba-tiba memekakan telinga. Seorang ibu bersongkok turun. Barang belanjaan dibiarkan menumpuk di bak becak. 


Ibu ini adalah kakak kedua istri Irjen Martuani Sormin. Dia dipanggil mamak Kak Butet (Yustina). Namanya Rosvi. Berperawakan gemuk dan sangat ramah. 


Ibu inilah makcomblang Jenderal Martuani dan Risma. Tanpa basa basi, ibu ini pun membuka cerita kenangan lama Martuani muda. Menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres Agara, Martuani dikenal sebagai polisi lurus.


Rosvi mengaku kagum dengan mantan Kadiv Propam Mabes Polri itu. Katanya, Martuani dikenal sebagai polisi yang jujur dan berani.  Pernah suatu ketika, mantan Kapolda Papua itu menemukan  5 hektar lebih ladang ganja di sebuan gunung. Namun karena kekurangan biaya, dia merelakan 5 mayam kalung emas pemberian ibunya. 


Uang hasil menjual kalung itu dijadikan biaya untuk menemukan lokasi ladang ganja. Kekaguman Rosvi tak sampai disitu. Martuani, sambungnya, juga senang menangani kasus-kasus berbau mistik. "Pernah dia (Martauni) menangani kasus pembunuhan terhadap  anak dan ibu secara sadis.  Leher mereka digorok. Pembunuhnya sakti. Disiksa ga pernah merasa kesakitan. Dibuang dlm goni dan dihanyutkan, tapi tetap hidup. Sakti memang pembunuhnya"


Sejak itulah, Rosvi mengaku kagum atas keberanian eks Kapolda Papua Barat itu. Maka saat Martuani berkunjung ke salonnya, Rosvi memperlihatkan foto sang adik, Risma. Ibu Rosvi mengaku,.mengenal Martuani saat makciknya melaporkan kasus penggelapan. Dari situ, komunikasi berlanjut. Hingga akhirnya, Martuani bertandang ke salon Rosvi, ditemani Saimin.


Rosvi akhirnya mengatur rencana agar Martuani dan Risma dipertemukan.  Rosvi berhasrat menjodohkan adiknya. "Jumpa pertama kali pas di ladang jagung. Risma agak gugup karena belum kenal sama sekali. Tapi saya yakinkan dia bahwa Martuani adalah polisi baik."


Malamnya, sambung Rosvi, Martuani datang ke rumah. Namun tak dibolehkan sang ayah untuk ketemu. "Bapak tak merestui hubungan Risma dengan  Martuani,"tambahnya.


Hubungan keduanya dijalin secara diam-diam. Hingga alkhirnya, Martuani nekad membawa kabur Risma.  "Mereka menikah di Pangaribuan. Kakak saya yang kerja di sebuah bank, merelakan emas dan berliannya untuk dijadikan modal mereka menikah di Pangaribuan. Saya yang jadi wali sekaligus saksi pernikahan mereka."


Rosvi menambahkan, semasa membujang, Martuani dikenal royal. Suka mentraktir kawan-kawannya, baik polisi maupun warga sipil. "Dia memang baik, makanya uangnya selalu ga ada. Habis untuk mentraktir kawan-kawannya."


Komentar Anda

Berita Terkini