Dalam sidang itu Majelis Hakim dengan tegas menyatakan perbuatan Paul terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 378 KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
"Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa Paul Henry Hutapea selama 3 tahun dipotong masa tahanan," ucap Hakim Richard.
Menurut pertimbangan Majelis Hakim, hal yang meringankan bagi terdakwa bersikap sopan selama di persidangan. Sedangkan hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa telah merugikan korbannya.
Menanggapi vonis itu, baik terdakwa maupun Jaksa Penuntut Umum (JPU) Sri Hartati yang sebelumnya menuntut terdakwa selama 3 tahun dan 6 bulan penjara menyatakan pikir-pikir.
Pantauan wartawan seusai persidangan, terdakwa tampak emosi dan marah-marah seakan terdakwa tak menerima vonis hakim. "Tak sebanding hukuman itu aku meminta keadialan,"ucap terdakwa dengan suara keras sambil mengambil bundalan kertas.
Namun majelis hakim nyaris tak menghiraukannya." Itu sudah putusan,"ucap majelis hakim Richard Silalahi pada terdakwa.
Sementara keluarga terdakwa dan Waltah yang mengetahui terdakwa marah dan ribut langsung menenangkan sembari menarik terdakwa kembali ke dalam sel tahanan sementara PN Medan.
"Sudah, sudah pak. Gak usah ribut dan jangan ngomong apa-apa lagi," ucap seorang keluarga terdakwa saat hendak diwawancarai wartawan."Kami keberatan dengan vonis itu,"tambah keluarga terdakwa singkat sambil berjalan
Untuk diketahui, di dalam dakwaan Jaksa menyebutkan, perkara ini bermula saat korban Morina Napitupulu mengenal terdakwa dan istrinya Rita Farida Napitupulu (belum tertangkap) pada 27 Februari 2015 di Jalan Jamin Ginting Pasar V yang mana pada saat itu Morina sedang belanja, kemudian terdakwa menyapa dan berkenalan. Terdakwa mengatakan bahwa istrinya juga boru Napitupulu.
Berselang beberapa menit kemudian istri terdakwa datang dan berkenalan. Kemudian mereka saling tukaran nomor HP.
Selanjutnya pada 2 Maret 2015 terdakwa dan istrinya datang ke rumah korban mengatakan bahwa terdakwa adalah pensiunan dari Bank BI (Bank Indonesia) dan istrinya pensiunan guru lalu terdakwa mengatakan juga tentang pekerjaan anak mereka yakni main proyek dengan menantu yang bernama Reynaldo Samosir, yang mana anak terdakwa tersebut bekerja di bagian bendahara Kabupaten Tapanuli Tengah bagian pesanan baju PNS, pengadaan Komputer dan Pengadaan AC di Kantor Bapeda Tapanuli Tengah, dan anak dari terdakwa lah yang membeli alat-alat tersebut lalu mengirimkan barang-barang pesanan dari kantor Bapeda ke Tapanuli Tengah dengan keuntungan 4% dari modal yang mereka keluarkan.
Kemudian pada 3 Maret 2015 korban dihubungi oleh istri terdakwa dengan mengatakan bahwa akan ada proyek pengadaan AC, baju PNS dan pengadaan Komputer. Lalu istri terdakwa membujuk dan menawarkan korban untuk ikut menanamkan modal dan apabila korban bersedia maka akan mendapat keuntungan sebanyak 4% dari modal yang ditanamkan.
Kemudian pada 5 Maret 2015 terdakwa bersama istrinya datang ke rumah korban yang beralamat di Jln Unika, Medan Johor untuk mengambil uang sebanyak Rp40 juta. Tanggal 4 April 2015 sebanyak Rp35 juta, 16 April 2015 sebanyak Rp85 juta dan selanjutnya 28 Mei 2015 sebanyak Rp150 juta.
Pada 19 Juni 2015 sebanyak Rp60 juta, tanggal 14 Juli 2015 sebanyak Rp40 juta, tanggal 14 Agustus 2015 sebanyak Rp15 juta sehingga jumlah seluruh uang yang korban serahkan kepada terdakwa dan istrinya sebanyak Rp425 juta untuk proyek yang pertama.
Setelah korban menyerahkan uang tersebut, dia menagih janji pembagian keuntungan namun saat itu terdakwa dan istrinya mengatakan bahwa uang tersebut belum cair dari menantunya.
Kemudian pada 23 Agustus 2015 terdakwa dan istrinya kembali datang ke rumah korban dan mengatakan kembali kepada korban bahwa ada Proyek Pensiunan Bank BI (Bank Indonesia) untuk pengadaan AC, pengecatan Perumahan BI (Bank Indonesia) jadi untuk bergabung ke proyek tersebut harus memberikan uang saham sebanyak Rp30 juta.
Kemudian pada 29 September 2015 terdakwa Hutapea dan istrinya datang lagi dan mengatakan bahwa terdakwa sudah dapat proyek setelah penyerahan uang saham sebanyak Rp30 juta yaitu proyek pengecatan perumahan Bank BI (Bank Indonesia) dan mengatakan hanya dua bulan saja uang korban akan kembali dengan keuntungan 4%, sehingga korban merasa yakin. Korban kembali menyerahkan uang sebanyak Rp40 juta pada 29 September 2015.
Kemudian pada 6 Oktober 2015 terdakwa dan istrinya datang lagi ke rumah korban untuk pengambilan uang sebanyak Rp50 juta dan akan dikembalikan dua minggu kemudian. Korban pun memberikannya.
Namun, saat korban mengecek semua proyek yang dijanjikan ternyata tidak benar. Akibat perbuatan terdakwa bersama istrinya tersebut, korban telah dirugikan sebesar Rp545 juta (red)