Alami Gangguan Kejiwaan, JPU Tuntutan Kompol Fahrizal Pasal 44 KUHP
Medan lWakapolres Lombok Tengah Kompol Fahrizal terdakwa kasus pembunuhan terhadap adik iparnya Jumingan (33) yang sidangnya beberapa kali ditunda akhirnya kembali digelar di PN Medan, Senin (21/1) pagi.
Pada persidangan yang beragendakan pembacaan nota tuntutan, JPU mengatakan mantan Wakapolres Lombok Tengah itu dinilai bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan, namun JPU menilai Fahrizal tidak dapat diminta pertanggungjwaban pidana karena mengalami gangguan kejiwaan.
Hal ini sebagaimana disampaikan oleh penasehat hukum Fahrizal, Julisman kepada wartawan usai persidangan yang berlangsung pagi hari itu.
" Intinya terbukti melanggar Pasal 338 KUHP tapi terhadap terdakwa tidak dapat diminta pertanggungjwaban pidana karena pada saat kejadian, kondisi kejiwaan terdakwa terganggu. Jadi sesuai dengan ketentuan Pasal 44 KUHP jika terdakwa mengalami gangguan jiwa dia tidak bisa dimintai pertanggungjawaban pidana," ucapnya.
Tim penasehat hukum lanjut Julisman mengapreasiasi tuntutan yang dibacakan oleh JPU Randi Tambunan ini. Pasalnya hal ini kata Julisman sesuai dengan fakta persidangan. '"Faktanya pada saat penembakan, terdakwa sedang mengalami gangguan kejiwaa sesuai keterangan dokter Rumah Sakit Jiwa M Ildrem. Jaksa sepertinya mengajukan tuntutan berdasarkan keterangan ahli kejiwaan itu," terangnya.
Meski tuntutan yang diajukan sudah sesuai fakta persidangan, namun Julisman mengaku timnya akan tetap mengajukan pembelaan pada persidangan sepekan mendatang. "Kami akan serahkan putusanya pada majelis hakim," sebutnya.
Seperti diberitakan, Kompol Fahrizal didakwa melakukan pembunuhan karena menembak mati adik iparnya, Jumingan, Rabu (4/4) malam. Setelah melepaskan 6 tembakan yang tidak beruntun, dia menyerahkan diri ke Polrestabes Medan.
Sebelumnya, penasihat hukum menolak dakwaan dan menyatakan perwira menengah itu mengalami gangguan jiwa sejak 2014. Dia bahkan beberapa kali dibawa berobat ke Klinik Utama Bina Atma di Jalan HOS Cokroaminoto, Medan.
Penasihat hukum menilai Fahrizal tidak dapat dikenakan dakwaan karena sudah mengalami gangguan kejiwaan akut atau skizofrenia paranoid tiga tahun sebelum peristiwa penembakan terjadi.
Menurut penasihat hukum, penembakan yang dilakukan Fahrizal terhadap Jumingan, yang merupakan suami adiknya Heny Wulandari, pada 4 April 2018 lalu, dilakukan tanpa sadar atau di luar logika kesadarannya. Bahkan, terdakwa datang ke lokasi kejadian awalnya hanya untuk melihat ibunya Sukartini yang baru sembuh dari sakit.
Setelah penembakan terjadi, pihak penyidik Polda Sumut juga melakukan pemeriksaan terhadap Fahrizal di RS Jiwa Prof Dr Muhammad Ildrem. Dokter yang memeriksanya pada 23 April 2018 menyebutkan bahwa Fahrizal mengalami skizofrenia paranoid. (Red)