Presiden RI : Danau Toba Masuk 10 Bali Baru Destinasi Wisata Nasional

/ Jumat, 27 Juli 2018 / 08.08
Presiden Jokowi menyalami para kepala daerah yang hadir dalam acara Rakornas Pengendalian Inflasi Tahun 2018, di Jakarta, Kamis (26/7)

JAKARTA - Presiden Joko Widodo menyampaikan untuk sektor pariwisata harus diberikan ruang seluas-luasnya untuk mendapatkan investasi, terutama untuk daerah yang sudah mulai diincar oleh wisatawan baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Pemerintah pusat siap untuk membantu, sebab sektor pariwisata sebagai penghasil devisa
"10 Bali baru yang akan kita fokus kerjakan memang baru Mandalika di NTB, Labuan Bajo di NTT, Borobudur di Jawa Tengah, kemudian Danau Toba di Sumatra Utara,” ujar Presiden saat memberikan sambutan dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pengendalian Inflasi Tahun 2018, di Grand Sahid Jaya, Jakarta, Kamis (26/7).
Presiden menyadari untuk destinasi wisata memang baru fokus di daerah-daerah tersebut dan diharapkan nantinya target wisatawan di tahun 2019, Kementerian Pariwisata telah diberikan target, 20 juta turis harus datang ke Indonesia yang merupakan sebuah lompatan karena sebelumnya hanya mencapai 9 juta.
Berkaitan dengan inflasi, Presiden menyampaikan bahwa hasil saat ini sudah baik, namun untuk tahun depan diharapkan akan semakin rendah. Dalam kesempatan itu, Presiden minta agar Kepala daerah, Gubernur, Bupati, Wali Kota yang berhubungan dengan pasokan, terutama pangan, dilihat betul karena sering terjebak dengan rutinitas yang administratif, tanda-tangan kebijakan, namun lapangan tidak sering dipantau.
“Tolong lihat angka-angka inflasinya naik atau inflasi turun, problemnya apa, di pasokan atau di distribusi, atau karena infrastruktur yang jelek, semuanya harus tahu. Pasokan, kalau kurang misalnya beras, tahu berasnya kurang, cek Provinsi mana yang surplus misalnya Jawa Timur, telepon Gubernur Jawa Timur Pakde Karwo,” ujar Presiden seraya mencontohkan untuk kekurangan yang lain dan jika perlu terbang ke provinsi yang surplus tersebut untuk memastikan.
Pun halnya, menurut Presiden, bagi para bupati atau wali kota berlaku hal yang sama seperti itu jika ingin rakyat menikmati harga yang terkendali. Jangan inflasi sudah tinggi, tambah Presiden, kepala daerah justru tidak mengerti dan malah duduk manis di kantor.
“Percuma pertumbuhan ekonomi tinggi misalnya pertumbuhan ekonomi 5 tapi inflasinya 9, tekor 4% rakyat. Ini harus mengerti kita. Yang benar itu, pertumbuhan ekonomi misalnya 7 inflasinya 2 itu baru, pertumbuhan 6 inflasinya 1,5. Itu baru, dapat itu rakyat merasakan,” tegas Presiden.
Saat semua mengerti hal tersebut, lanjut Presiden, baik mengenai pertumbuhan dan menekan inflasi, maka akan dengan mudah menekan harga-harga bahan pangan yang masih di angka 4,47 karena masalah utamanya pasokan dan distribusi.
Penindakan Aparat
Dalam kesempatan tersebut, Presiden juga menitipkan pesan kepada Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) agar disampaikan kepada para Kapolres untuk jangan represif tetap ikuti mekanisme pasar.
“Represif itu artinya kalau inflasi di sebuah daerah stabil tapi orang mau menimbun barang, enggak ada masalah. Tapi kalau ada orang, distributor, atau agen menimbun barang, sehingga harganya menjadi melonjak naik, ini yang harus dimasalahkan. Karena stok itu juga perlu,” ujar Presiden seraya menyampaikan bahwa pesan tersebut telah disampaikan kepada Kapolri dan Bareskrim agar mekanisme pasar tetap harus dijaga.
Soal perdagangan antardaerah, Presiden minta untuk benar-benar dilihat stok antarprovinsi mana yang lebih dan kurang sehingga dapat saling memberikan pasokjan. “Karena sering sebuah daerah produksinya gede, daerah lain kurang tapi tapi tidak ada komunikasi, sehingga yang satu inflasinya tinggi, yang satu kebanyakan barang, ini yang harus dijaga,” ujarnya.
Mengenai pasar-pasar pengumpul, baik itu provinsi, kabupaten maupun kota, menurut Presiden, harus diketahui oleh petani yang akan menjual. Ia menambahkan kalau memang ingin dibuat pasar induk misalnya beras maka di tiap provinsi-provinsi penghasil beras, dibuat Pasar Induk beras dan sekarang ini yang paling gede itu di Cipinang, Jakarta.
“Tapi yang tidak benar adalah misalnya Sulawesi surplus dikirim ke Cipinang, Jawa Timur surplus kirim di Cipinang, Jawa Barat surplus kirim ke Cipinang. Dari Cipinang dikirim lagi balik ke Nusa Tenggara Timur, ini kan bolak-balik kena biaya transportasi. Ini yang tidak pernah kita ukur,” jelas Presiden.
Kepentingan membangun pasar induk, menurut Presiden, mengurangi adanya biaya transportasi lagi, dari Sumsel kirim ke Jakarta kirim lagi ke Sulawesi, kirim lagi ke provinsi yang lain. “Saya lihat hal-hal seperti ini secara detail harus kita lihat, agar yang namanya biaya transportasi tidak double. Ke Jakarta, Jakarta-Sulawesi. banyak yang masih seperti itu,” tambahnya.
Di akhir sambutan, Presiden menyampaikan betapa pentingnya pertumbuhan ekonomi dan betapa pentingnya menekan inflasi. “Semua sudah tahu, jangan sampai dua hal yang sangat penting ini lepas dari manajemen kita, dari pengelolaan kita, dari pengelolaan daerah kita masing-masing,” pungkas Presiden seraya mengucapkan lafaz basmalah untuk secara resmi membuka Rakornas Pengendalian Inflasi Tahun 2018.
Turut mendampingi Presiden dalam acara tersebut, Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan, Menko Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Menteri Pariwisata Arief Yahya, Wamen ESDM Archandra Tahar, dan Gubernur BI Perry Warjiyo.
Komentar Anda

Berita Terkini