Jurnalisme Data Dapat Menjawab Kritik dan Menangkal Rumor

/ Selasa, 08 Mei 2018 / 14.16
JAKARTA – Memasuki era Revolusi Industri 4.0, kemampuan pengolahan data menjadi sebuah hal penting yang harus dikembangkan bersama.  Pengelolaan data yang kurang terukur kerap menyebabkan miskoordinasi, termasuk juga antar instansi pemerintah dalam melaksanakan program-program pembangunan.
Hal itu disampaikan Deputi II Kepala Staf Kepresidenan Yanuar Nugroho dalam forum Learning from The Experts: ‘Are We Ready for Data Driven Journalism?’ di Universitas Atmajaya, Jakarta, Senin, 7 Mei 2018.
Yanuar menekankan, di era baru ini, pengumpulan data tidak hanya menjadi tugas pemerintah, tapi seluruh lapisan masyarakat.
“Di sinilah, solusi digital dari publik dapat menjadi bagian pemecahan masalah pada pembangunan berkelanjutan,” kata Yanuar dengan mencontohkan penggunaan web dan aplikasi gawai untuk menyediakan informasi teknologi pada rantai suplai komoditas.
Akademisi dari  Institute  of  Innovation  Research,  Manchester  Business  School,  ini, kemudian memaparkan tantangan revolusi digital di Indonesia, antara lain bagaimana menyinkronkan antara kebutuhan konsumsi teknologi informasi dan penyediaan kapasitas produksinya.
Dicontohkan, saat ini ketergantungan masyarakat pada platform digital semakin tinggi, sementara di sisi lain, Indonesia berada pada kondisi darurat tenaga programmer. “Dari seluruh sarjana kita, hanya ada 2,4 persen yang lulusan bidang sains komputer. Dan angka itu terus turun,” kata Yanuar.
Untuk itu, Yanuar menguraikan, beberapa langkah dilakukan pemerintah dalam merespon Revolusi Industri 4.0 “Di antaranya dengan mereformasi sistem pendidikan, meningkatkan peluang wirausaha, menggunakan jaringan untuk meningkatkan investasi, serta menciptakan insentif pajak yang fair,” jelasnya.
Juga hadir dalam diskusi setengah hari ini, jurnalis data The Age Australia Craig Butt, CEO Katadata Metta Dharmasaputra, dan Dosen Prodi Ilmu Komunikasi Unika Atma Jaya Andina Dwifatma.
Tekait trend ‘jurnalisme data’, Metta menekankan, saat ini kita memasuki masa ‘beyond journalism’. “Di  era  digital,  data dan informasi  ibarat  air  bah. Karena itu, cara  tepat  diseminasi  data  menjadi  penting,” kata Metta.
Metta menyatakan pentingnya konten  berbasis  data  dan  fakta. Dengan  memaparkan  data,  konten  berita/tulisan  berusaha  menjelaskan  fakta  dan  tidak  terjebak  pada  keriuhan  pernyataan. 
“Konten  yang  kredibel  berdasarkan  pada  data  dan  fakta  diperlukan  untuk mengungkap  kebenaran, melawan fitnah dan hoaks,  memperkuat kredibilitas  informasi, serta terhindar  dari  politisasi  isu,” ungkap mantan jurnalis Tempo ini.
Sementara itu, Andhina Dwifatma menegaskan, jurnalisme data adalah kemampuan story telling dari tersedianya data yang cukup banyak. Hal serupa disampaikan Craig Butt yang menggarisbawahi berkembangnya jurnalisme data akhir-akhir ini.
“Jurnalisme data penting untuk menangkal rumor dan sindiran-sindiran. Dengan menerapkan jurnalisme data, dapat tersampaikan gambaran besar dari sebuah cerita, kisah dalam konteks lokal, serta cerita-cerita humanis personal dalam waktu yang sama,” katanya.

Kontak
Agustinus ‘Jojo’ Rahardjo 081-5555-7343 agustinus.rahardjo@ksp.go.id
Komentar Anda

Berita Terkini